SENYUMAN TERINDAH UNTUK IBU

Ibu, waktuku tidak akan cukup, jika kutuliskan kekata tentangmu. Aksara akan terukir indah bila kutulis namamu di buku. Saat namamu disebut, berjuta-juta makna terikat di dalamnya. Keajaiban-keajaiban terhenyak mesra di dalamnya. Mungkin tak perlu apapun itu, kata ‘Ibu’ telah memancarkan sinar keelokan tersendiri. Tak perlu juga aku harus berkeliling dunia untuk mencari seorang malaikat. Karena sesungguhnya, dirimulah malaikat baik dan cantik, yang selalu menjagaku dimanapun aku berada, bahkan walau peluru senapan menancap di pelipismu, engkau tetap memelukku erat agar aku terhindar dari mara bahaya apapun.

Ibu, engkau adalah segalanya. Pengorbananmu sangat besar. Di sepanjang masa, jasamu tak akan pernah bisa terbalaskan. Hanya saja, aku bisa memberi hadiah senyuman terindah untuk menebus sedikit dari jutaan jasamu. Walaupun hanya begitu, setidaknya itu telah membuat engkau ikut bahagia.

Ibu, engkau memang sangat hebat. Engkau mampu hidup seorang diri. Ayah telah lama tiada. Keluarga ibu telah menelantarkanmu seenaknya. Maka karena keterpurukan tersebut, engkau pergi ke suatu tempat. Engkau berniat bekerja paruh baya menjadi pembantu, agar dapat menafkahi anak tunggalnya ini.

Bahkan, terkadang ibu binggung, ibu selalu memikirkan ‘apakah bisa anakku besok melahap sesuap nasi?”. Engkau berkata seperti, tanpa memikirkan bahwa sesungguhnya engkaulah yang belum makan beberapa hari ini.

Sesederhana itulah aku saat melihatmu, yang siapa sangka dari sosok sederhana inilah kelak lahir cinta yang begitu luar biasa bagiku, sebagai anak tunggalnya.

Ibuku lahir di desa yang terpencil, tepatnya di kecamatan Jumapolo. Desa yang jauh sekali dari peradaban dan teknologi. Bahkan dulu waktu hendak berangkat maupun pulang sekolah, ibu harus menempuh perjalanan terjal dan panjang berjam-jam lamanya dengan berjalan kaki. Kaki beliau pun terkadang sampai membengkak besar. Semua ibu lakukan karena semangatnya yang sangat berkoar-koar untuk belajar.

Ibuku sangatlah penyabar, pintar, dan pecinta ilmu. Tepat pada suatu hari, beliau memutuskan untuk menitipkanku ke sebuah asrama. Yaitu sebuah Pondok Pesantren Dirosah Diniyah. Sebuah tempat menimba ilmu. Dengan keikhlasan dan ketulusan hatinya, beliau menitipkanku di sana. Guna agar aku dapat menjadi salah satu amal jariyah bagi beliau dan juga bagi almarhum sang ayah. Yaitu agar aku menjadi anak yang sholihah, yang senantiasa mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua.

Mungkin pengorbanan beliau berpisah denganku itu yang paling terberat di hatinya, sayup-sayup air mata akan berjatuhan dari matanya. Namun, beliau tetap tabah, beliaupun berkata kepadaku, “Nak, kejar cita-citamu Nak, jadilah ustadzah sebagaimana yang kamu dambakan! Dan jadilah harapan ibu, kamu akan menjadi ladang amal jariyahnya ibu ya Nak. Jadilah anak yang sholihah!”

Dan atas izin Sang Maha Kuasa, aku lulus ujian masuk pondok. Perpisahan betul-betul berujung lama. Sampai suatu hari, ketika aku mendengar kabar ibuku sakit, aku ingin sekali kabur dari pondok. Tetapi, caraku selalu gagal. Dan tiba saatnya, aku mendapatkan surat dari ibuku. Beliau berkata, “Nak, ibu tidak ridho kalau kamu tidak mondok, mungkin bisa jadi ibu kecewa jika kamu lolos dan tidak lulus. Ingat wasiat ayah juga Nak, jadilah anak yang sholihah. Ibu tidak bisa mendidikmu untuk mendalami agama islam. Karena ibu terlalu bodoh untuk itu. Tapi ibu punya cara mendidikmu agama dengan memondokkan kamu. Semoga itu yang terbaik untuk kehidupanmu kelak sayangku!”.

Air mataku pun mengucur, menetes deras membasahi surat ini. Aku telah membuat ibu kecewa. Mungkin ibuku disana pun sama meneteskan air mata, dan kami larut dengan air mata sebuah harapan. Ibu, akan kupastikan suatu saat nanti aku yakin akan menjadi baik, sholihah, dan sukses.

Ibu adalah sosok yang paling mulia. Seorang ayah mengajarkan kita bagaimana bertanggung jawab, tetapi seorang ibu yang menunjukan bagaimana cara mencintai dengan penuh cinta kasih. Pinta ibuku tak banyak, hanya harapannya yang menjunjung tinggi, yaitu agar aku menjadi anak yang sholihah. Terima kasih untuk setiap doa yang selalu kau panjatkan setiap malam agar aku selalu hidup dalam perlindungan-Nya.

Hanya seorang ibu yang mampu dan memahami anaknya, entah di saat suka maupun dukanya. Besok ketika aku sudah pulang liburan, akan kupeluk erat dirimu ibu. Entah mengapa keberkahan akan selalu datang meski engkau sering disakiti dan belum bahagia sama sekali. Akan kuberikan senyuman terindah untukmu ibu, mungkin itulah anugerah terindah bagi beliau, serta menjadi ketenangannya tersendiri. Terima kasih banyak ibu. Kau adalah cahaya hidupku, kau adalah segala-galanya. Aku mencintaimu karena Allah.

Hikmah:

Di sepanjang masa, jasa ibu tidak akan pernah terbalaskan. Maka siapkanlah selalu hadiah senyuman untuk menebus sedikit dari jutaan jasanya. Walaupun hanya begitu, setidaknya itu telah membuat beliau bahagia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top